Valuasi suatu Startup? Apakah begitu Pentingnya? #Bagian 3 (how much to raise question)

Valuasi suatu Startup? Apakah begitu Pentingnya? #Bagian 3 (how much to raise question)

Valuasi Startup lanjutan dari bagian 2

Valuasi suatu Startup? Apakah begitu Pentingnya?

Kalau kita ketemu founder startup, kadang ditanyakan, biasanya investor akan menanyakan apa kalau kita ketemu mereka?

Secara cepat, biasanya saya jawab, ada pertanyaan yang umum terdengar, yaitu:

Pertama, bagaimana monetize the business? (revenue model)  – itu tentunya terkait investor ingin sizing up the risk and return opportunities that bisnis tersebut dan apakah ada solid validator-nya. Pertanyaan ini bisa melebar ke mana-mana, dan tidak sekedar mengenai value proposition bisnis tersebut, market yang besar dan terus bertumbuh, tapi juga bagaimana startup tersebut mampu menggapai market tersebut, dan terutama bagaimana mengatasi customer inertia (dan kita tahu ini tantangan besarnya, untuk menjalani turun marketing funnel dari awareness-interest-consider-intent-evaluate-purchase). Di sini HOW dan WHEN and HOW FAST menjadi pertanyaan krusial.

Pertanyaan ini pertama juga bisa dikaitkan bahwa investor akan lebih melihat resiko dulu daripada return, artinya ingin memastikan bahwa startup bisa make money melalui bisnisnya. Seperti diketahui, startup early stage, tidak hanya dipenuhi dengan ketidakpastian yang tinggi, tapi dibarengi dengan potensial jumlah kerugian yang besar dalam laporan laba rugi dan laporan arus kas mereka (= negative net cash flows).

Kedua, besarnya Funding : Mengapa (start with WHY) startup membutuhkan dana funding, berapa besar (how much), kapan (when) diperlukan dan dari mana (from whom)? ini lebih terkait target investment dari pihak investor, dimana pada umumnya mereka sudah memiliki kebijakan bahwa untuk tahap tertentu dari perkembangan suatu startup, mereka hanya bersedia untuk melakukan investasi dengan jumlah tertentu.

why” dan “when” di atas pada umumnya dilekatkan pada kondisi bahwa startup sudah mendekati apa disebut “fume date“, kalau diibaratkan kendaraan, tangki bensin mereka sudah menipis dan mau habis. Ini membawa implikasi bahwa startup mesti memiliki funding roadmap, untuk memastikan bahwa jauh-jauh hari mereka sudah dapat starting a round (=mencari investor). Menurut carta.com (https://carta.com/blog/getting-funded-how-long-does-it-actually-take/, diakses tanggal 27 Februari 2022), jarak funding dapat mencapai 2 tahun. Di samping itu, kemungkinan bahwa pada saat startup membutuhkan funding, justru sedang terjadi kemarau atau musim kering funding (funding drought) dari pihak investor atau bahkan sudah melewati boom cycle untuk industri startup tersebut. Artinya industri startup tersebut sudah kurang terlihat “sexy” bagi pihak investor untuk menyuntikan dana.

Valuasi suatu Startup? Apakah begitu Pentingnya? #Bagian 3 (how much to raise question)

Perlu dicermati bahwa dalam dunia startup, funding selalu dikaitkan dengan pencapaian milestone (apakah itu market, product, team, teknologi, dll.) (milestone-based funding), maka startup perlu memastikan bahwa ada pencapaian yang berarti dan signifikan, karena ini akan mendorong perolehan nilai valuasi startup yang lebih baik. Seperti banyak dikatakan investor lebih tertarik melihat adanya “flesh on the bone“, mendanai pertumbuhan dan peningkatan kapabilitas startup.

Dan terutama, karena investor bergerak di bisnis making money, ekspektasi imbal hasil (return) menjadi performance metric mereka karena mereka pada umumnya mengharapkan adanya pertumbuhan agresif dari startup yang ujung-ujungnya bisa ada “hulk” end game (=exit) sehingga dari investasi dari sebagian kecil dari portofolio mereka dapat mengembalikan imbal hasil yang besar (big payoff) guna menutupi kerugian dari sebagian besar lainnya yang rugi, atau investasi yang saya sebut memberikan imbal hasil “hemmmmmmm” (alias tarik napas panjang, karena kemungkinannya panjang untuk dapat kembali pokok).

Berbicara soal financing atau funding, ini adalah masalah pertempuran memilih antara “ketakutan” (=FEAR) dan keserakahan (“GREED“) yang banyak dipakai di dunia investasi (teringat judul buku oleh Hersh Shefrin, Beyond Greed and Fear : Understanding Behavioural Finance and the Psychology of Investing), di sisi founder dan juga di sisi funder (investor). Mengapa demikian?

Sebagai ilustrasi, dalam Series B funding round, katakan startup membutuhkan pendanaan Rp 100 miliar untuk Plan A dengan pre-money value sebesar Rp 800 miliar, berarti dilusi founder akan sekitar 11,11%. Founder bisa mengambil strategi Plan B guna mencapai skala yang besar secara cepat (Get Scale Fast), dan bisa merancang kebutuhan pendanaan sebesar Rp 200 miliar. Namun dengan pendanaan Rp 200 miliar, dilusi founder akan 20%, hampir 2x dibandingkan 11,11% dari Plan A di atas. Pertempuran pilihan Plan A dan Plan B merupakan soal fear and greed. Apakah ambil Rp 200 miliar sekarang, dengan mengorbankan dilusi founder hingga  20%, atau bertahan dengan Rp 100 miliar dengan mengorbangkan ekuitas founder terdilusi 11,11%?

Ketakutan di atas, juga diperburuk bahwa tidak ada jaminan bagi startup untuk bisa mencapai milestone yang berarti untuk masuk ke Series C funding round, dan kalau ini tidak tercapai, berarti kalau sekarang memilih Rp 100 miliar dulu, dengan persentase angka dilusi yang lebih rendah, maka tidak ada jaminan untuk dapat Rp 100 miliar di putaran funding berikutnya, dan belum lagi apakah bisa mendapatkan nilai valuasi pre-money yang jauh lebih tinggi?

Bagi founder : ambil sekarang Rp 200 miliar (dengan berkorban dilusi 20%) atau Rp 100 miliar (dengan berkorban dilusi 11,11%?)?

Dari sisi funder, ini juga pilihan soal fear and greedFear, kalau disuntikan Rp 200 miliar (dengan angka kepemilikan yang lebih besar, yaitu 20%) namun kalau startup tidak berjalan baik, maka potensi kehilangan dana akan jauh lebih besar. Greed-nya, tentunya kalau suntik Rp 200 miliar di Series B funding round, akan dapat porsi ekuitas sebesar 20%.

Bagi funder : lebih baik suntik Rp 100 miliar di Series B funding round dengan nilai pre-money value sebesar Rp 800 miliar, dan menunggu startup berusaha mencapai target milestone berikutnya, sehingga diharapkan nilai valuasi pre-money akan lebih tinggi, namun ini berarti harga per lembar saham akan lebih tinggi, sehingga pada saat disuntikkan Rp 100 miliar lagi di Series C funding round, porsi kepemilikan saham digabungkan dengan 11,11% yang di Series B funding, kemungkinan besar tidak akan bisa mencapai di angka 20% (opsi kalau masuk dengan Rp 200 miliar di Series B funding).

Keputusan akan dipilih apakah Fear mengalahkan Greed atau Greed mengalahkan Fear.

Ketiga, Valuasi : berapa nilai bisnis startup tersebut (=pre-money valuation). Ini akan lebih terkait untuk menghubungkan nilai investasi dengan post-money valuation sehingga bisa didapatkan porsi kepemilikan saham yang akan ditrade-off dengan investasi dari investor. Kalau sudah menyangkut valuasi, founder bisa saja menjelaskan (=describe) darimana perhitungan valuasi startup mereka, namun investor akan cenderung yang memutuskan (=determine), karena uang merekalah yang dipertaruhkan di sini (=at stake and at risk).

Kalaupun ada pertanyaan terkait pandangan founder terkait exit dari bisnis tersebut, menurut saya, pertanyaan demikian ibarat kita sudah menghitung anak ayamnya bahkan sebelum telurnya menetas. Baiknya dijawab saja secara umum, bahwa apakah melalui akuisisi atau bahkan IPO.

Dari ketiga pertanyaan di atas, nilai investasi  dari investor tampak lebih penting, karena ini ada real money yang akan masuk ke dalam bisnis. Seperti biasa kita dengar Cash is King!

Dalam tulisan ini kita akan melihat bagaimana menentukan jumlah funding yang dapat di-raise dari investor?

Kadang ada hitungan kasar yang diberikan, yaitu bahwa jumlah funding yang dapat di-raise adalah :

  1. Pertama : hitung pre-money valuation bisnis startup
  2. Kedua : bagi hasil perhitungan pre-money valuation di atas dengan 2 (dua). Mengapa 2, karena kalau digabungkan pre-money valuation + uang dari investor baru (didapatkan dari pre-money valuation/2), sehingga didapatkan post-money valuation, lalu kita bagi uang dari investor baru/post-money valuation, akan didapatkan persentase kepemilikan saham adalah 33,3%. Ini adalah maksimum yang bersedia diberikan oleh founder kepada investor baru.

Ini tentunya terlalu disederhanakan, karena apakah 33,3% terdengar terlalu besar? kedua, masih ada faktor lain, yaitu employee options pool yang belum diperhitungkan.

Pertimbangan dalam pertanyaan awal terkait pengumpulan dana ini (fund raise) untuk perusahaan rintisan tahap awal adalah kalau bisa mendapatkan sebanyak-banyaknya dana (as much as possible), tapi juga dengan dilusi kepemilikan saham founder yang dapat diterima (dibaca atau diartikan : serendah-rendah mungkin kalau bisa).

Pendekatan lain adalah dengan memasukkan unsur pencapaian target milestone (milestone-based funding), karena besaran jumlah funding dari investor akan selalu dikaitkan dengan rencana pencapaian milestone, sebagaimana digambarkan di bawah ini.

Valuasi suatu Startup? Apakah begitu Pentingnya? #Bagian 3 (how much to raise question)

Sumber: https://startups822.wordpress.com/2012/08/08/the-stepping-stones-of-success/

Dalam tulisan Stuart Bern berjudul : Eight Successful Startup Milestones Every Founder Should be Striving Forward Toward, yang dimuat di Forbes tanggal 25 JUni 2021 (https://www.forbes.com/sites/forbesbusinessdevelopmentcouncil/2021/06/25/eight-successful-startup-milestones-every-founder-should-be-striving-toward/?sh=18e8eab37036, diakses tanggal 17 Maret 2022), disebutkan bahwa 

Pada tahap 1: Ideation dan Peluncuran Awal

  • Mengembangkan ide bisnis menjadi MVP (Minimum Viable Product)
  • Memperoleh validasi pasar
  • Merekrut tim inti

Pada Tahap 2 : Menyusun Strategi Go-To-Market

  • Memberikan beberapa bukti apakah ada kecocokan antara produk dengan pasar (product-market-fit)
  • Menyusun strategi pemasaran yang jelas

Pada Tahapan 3: Mengidentifikasi Jalur menuju Scaling

  • Menunjukkan profitabilitas model bisnis
  • Menyusun rencana bagaimana menjalankan scaling
  • Mulai menyusun rencana strategi Exit

Dari setiap rencana pencapaian milestone di atas untuk tapapan-tahapan yang dilalui, guna mencapainya dibutuhkan dana uang berapa besar, dan kemudian ini dituangkan ke dalam proyeksi keuangan  dan arus kas (financial and cash flow projection). Pola arus kas dari setiap industri tentunya akan berbeda-beda, dan bahkan dalam industri tertentu yang memerlukan riset dan pengembangan bertahun-tahun seperti di industri bio-tech, pola cash flow dari startup tersebut dapat bertahun-tahun dalam kondisi negatif, dengan mengandalkan dukungan dana investor. Sebagai ilustrasi dapat ditunjukkan di bawah ini.

Valuasi suatu Startup? Apakah begitu Pentingnya? #Bagian 3 (how much to raise question)

Peter Thiel, seorang investor awal sekali di Facebook dan co-founder PayPal (yang kemudian dijual ke Amazon), mengatakan bahwa dibutuhkan bertahun-tahun untuk perusahaan berbasis teknologi untuk membangun nilai perusahaannya dan tentunya dalam tahun-tahun yang panjang tersebut, kebutuhan funding akan terjadi terus.

“Most of the value of low-growth businesses is in the near term. Technology companies follow the opposite trajectory. They often lose money for the first few years: it takes time to build valuable things, and that means delayed revenue. Most of a tech company’s value will come at least 10 to 15 years in the future.”

Dari Peak akumulasi kebutuhan besaran dana yang diberikan dari arus kas yang negatif, dapat memberikan gambaran kisaran total dana yang diperlukan dari pihak investor.

Share :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *